Pages

Kamis, 20 November 2014

Kajian Empiris Kebijakan Kelautan dan Perikanan “Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir”


Sejalan dengan naseat dari seorang kawan, wartawan “National Geographic” bahwa seberapa bobroknya suatu hal, tapi optimislah ketika harus berbicara soal negaramu”


        “Kita melihat rumah – rumah nelayan yang sempit, kecil, berdempet – dempet. Kadang bau amis juga sangat menyengat di sekitar situ, terkesan kumuh”. Itulah ungkapan masyarakat umum yang sedang berlalu – lalang di sekitar tempat tinggal masyarakat nelayan. Mewah atau tidak, kotor atau bersih, bukanlah pointnya. Tapi, ini menjadi suatu pertanda bahwa kehidupan nelayan belum sepenuhnya baik. Jika terdapat rumah – rumah bertehelkan keramik pun, mungkin beberapa. Karena diantara mereka adalah nelayan – nelayan “berkedudukan” dengan status pemilik kapal, ataupun pemberi modal (pengambe’). Padahal, sederet kebijakan pemerintah sudah digelontorkan dan diusahakan bukan lagi wacana. Mungkinkah faktor birokrasi negeri ini yang terkenal ‘ruwet’ dan ‘korup’ ataukah pendekatan yang salah terhadap masyarakat nelayan?Stay here.

Potensi dan Retensi

          Kebijakan terhadap masyarakat nelayan, atau kebijakan bidang kelautan dan perikanan. Adalah sederet solusi yang diberikan pemerintah untuk mengatasi permasalahan di lautan. Tercatat dua puluh kasus lebih dalam sebulan tentang ranah ini, diantaranya kasus kekurangan alat – alat tangkap ikan modern, pengerukan hasil – hasil laut oleh kapal – kapal asing, dan yang sudah pasti, masalah kemiskinan nelayan (Suhana, 2012).

           Sejenak terlintas dalam bayangan bahwa Indonesia adalah negara dengan potensi kelautan luar biasa (baik reneweble dan non – reneweble resources). Dengan luas 5,8 juta km2 (580 juta ha), dapat menghasilkan peningkatan produksi perikanan rata – rata 25,24% dan 5,37 ton untuk perikanan tangkap dalam kurun waktu 5 tahun (2004 – 2009) (Data Dirjen Kelautan dan Perikanan). Potensi yang bahkan mampu menempatkan Indonesia dalam 10 besar negara penghasil ikan terbesar di dunia (Fauzi, 2010). Dapat dikatakan bahwa Indonesia sebagai negara bio – diversity terbesar saat ini. Ironis, tak sejalan dengan kesejahteraan nelayan sebagai pelaku utama ranah kelautan, apa sebab?

           Selain potensi, Indonesia pun juga memiliki retensi. Suasana laut yang berstatus “open access” dan “rus nullius”, yang berarti bersifat terbuka dan tidak dimiliki siapapun sampai ikan atau hasil laut berhasil ditangkap seseorang. Nyatanya, cukup berakibat pada pengerukan besar – besaran pada ekosistem laut. Apalagi setelah munculnya kebijakan modernisasi perikanan (tahun 1970-an) yang membuat jurang lebar antara nelayan tradisional dan modern. Berdampak pada tidak seimbangnya areal tangkapan di lautan. Artinya, ada suatu keadaan dimana salah satu wilayah di laut (baca : di bagian pesisir atau tengah laut), mengalami pengurangan ekosistem. Sehingga akan muncul suatu keadaan overfishing, dimana nelayan sudah tidak dapat lagi melakukan kegiatan melaut kerna memang ikan – ikan disana sudah jarang. Belum lagi saat kegiatan ekspor berjalan yang dimiliki oleh pihak – pihak swasta berindustri besar. Nelayan sebagai pelaku utama, tak mungkin dapat berkompetensi dengan orang – orang ini, jadilah salat satu sebab mengapa nelayan belum sejahtera. bahkan masih berpendapatan 7 – 10 dollar AS pertahun (Kompas, 3 Juli 2003).

Program PEMP

         Telah kita cermati seberapa besar potensi dan retensi ranah kelautan dan perikanan Indonesia. Menurut Gordon (1954), perikanan yang tidak diatur (irregulated) akan cenderung menempatkan upaya penangkapan pada tingkat optimal, overinvestasi dan overfishing pun akan terjadi. Pemerintah, tentu sudah berbuat banyak untuk hal ini. Berbagai kebijakan pun telah dikeluarkan, diantaranya menyangkut pemberdayaan masyarakat nelayan. Program pemberdayaan ekonomi masyarakat nelayan. Definitifnya merupakan program pemberdayaan yang diselenggarakan pemerintah ‘lagi – lagi’ untuk mensejahterakan kehidupan nelayan. Dengan berbasis pada sumberdaya lokal dan berkelanjutan, dicanangkanlah program PEMP pada tahun 2001.

          Sebuah kebijakan, yang berorientasi pada masyarakat nelayan dulu ‘tidak berdaya’ namun kini haruslah ‘berdaya. Program pemberdayaan masyarakat nelayan dilaksanakan dengan menggunakan 5 pendekatan pemberdayaan, seperti : diverfikasi pekerjaan, peningkatan teknologi (technology based), pasar (marked based), modal (count), dan solidaritas (kebersamaan dan kerjasama). Masyarakat nelayan yang diberdayakan menerima berbagai bantuan diantaranya ; pemberian bantuan berupa hibah sebesar 5 – 10 juta rupiah kepada masing – masing kelompok nelayan (< 90 nelayan) untuk pemodalan, bantuan 100 juta rupiah untuk perumahan, pembenahan infrastruktur (ex : penyedian pom bensin khusus nelayan), kesehatan, serta pendidikan. Selain itu, direncanakan bentuk Lembaga Keuangan Mikro) yang memang secara khusus dibuat untuk kebutuhan nelayan itu sendiri, yakni pengetahuan dan fasilitas tentang perbankan yang selama ini tidak tersedia bagi nelayan. Diantaranya seperti Koperasi Swamitra Mina, Mina Ventura, dan asuransi nelayan (Dinas Kelautan dan Perikanan, 2012) 

   


    Tentu bukan menjadi soal gampang untuk menerapkan program ini, dimana setiap implementasinya harus disesuaikan dengan kondisi sosial, budaya, politik, dan ekonomi masing – masing daerah. Penanggung jawabnya adalah pemerintah daerah bekerjasama dengan badan perencana daerah (bappeda), departemen kelautan dan perikanan daerah, departemen perhubungan, kaum intelektual di universitas, serta tentunya, masyarakat nelayan itu sendiri.


            Kebijakan kelautan dan perikanan Indonesia. Meski pada faktanya selalu ‘terseok – seok’ oleh berbagai kendala, seperti : kemacetan dana pada pihak yang diberi tanggung jawab, pendekatan yang salah ketika memperkenalkan pada masyarakat nelayan, ataupun mungkin sosialisasi yang masih kurang dimengerti oleh kaum pesisir. Namun, saya rasa optimis saja hal – hal besar itu akan berjalan di rel yang semestinya. Sejalan naseat dari kawan, wartawan “National Geographic” bahwa seberapa bobroknya suatu hal, tapi optimislah ketika harus berbicara soal negaramu”

Pentingnya Menjaga Ekosistem Laut



Air. Laut. Pantai. Ikan dan terumbu karang. Yaa.. tidak asing bagi kita mendengar kata kata itu, Itu semua adalah komponen komponen di surga lautan Indonesia. Semua orang tahu. ibu, bapak, kakek, nenek paman, bibi, dan bahkan anak kecil pun tahu, kalau negeri kita ini memiliki sumber daya alam yang luar biasa indahnya.
Dari Sabang sampai Merauke. Dari Satal sampai Pulau Rote. Terdapat lautan yang begitu banyak, begitu besar dan begitu indah yang terdiri dari komponen-komponen sumber daya hayati dan non hayati dengan keragaman dan nilai ekonomi yang tinggi. Walaupun kekayaannya terus-menerus di manfaatkan untuk kepentingan manusia, namun sepertinya kekayaan tersebut tidak ada habisnya. Oleh karena itu, sumber daya laut dikategorikan menjadi sumber daya alam yang dapat diperbaharui.
Indonesia merupakan Negara maritim dimana tiga per empatmya adalah lautan dan perairan. Berbagai komponen terkait dalam sistem kelautanindonesia perlu dikelola dengan optimal dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip kelestarian lingkungan, ekonomi, kondisi politik, social budaya serta pertahannan dan keamanan bangsa.
Tetapi, kebanyakan potensi yang sangat menjanjikan yaitu hasil laut yang dimiliki bangsa Indonesia sangat melimpah tapi seiring dengan banyaknya kekayaan yang dimiliki, kejahatan yang dilakukan guna memperoleh hasil laut terus merajalela. Seperti pengeboman guna untuk memperoleh ikan yang banyak tanpa harus menunggu berjam-jam. Kebanyakan cara ini dilakukan oleh nelayan-nelayan tradisional yang kerap kali mebuat bom dengan menggunakan botol yang diisi urea dan lain-lainnya. Hal ini dapat merusak terumbu karang yang notabenya merupakan ekosistem bawah laut yang wajib dilindungi. Selain itu, menangkap ikan dengan menggunakan bom juga dapat berdampak pada nelayan tersebut misalnya mampu melukai jika teledor.


Banyak nelayan yang sudah mengalami hal tersebut bahkan ada yang sampai luka parah. Hal ini perlu ditanggapi dengan serius karena biasanya nelayan hanya memikirkan untung saja tanpa memikirkan keselamatannya. Sudah saatnya pihak yang berwenang menindak tegas nelayan yang mencari ikan menggunakan bom. Selain itu, pemerintah juga harus memberikan tindakan preventif misalnya mengajak nelayan untuk menangkap ikan dengan metode ramah lingkungan seperti menggunakan jaring atau pancing. Selain itu, rehabilitasi terhadap terumbu karang juga perlu ditingkatkan. Apabila ekosistemnya sudah rusak, hasil lautpun juga akan menurun. Sebaiknya nelayan juga tidak menangkap ikan di daerah yang dilarang, misalnya saja daerah yang menjadi kawasan untuk perlindungan atau pengembangan terumbu karang.

Disisi lain pendidikan ataupun ilmu pengetahuan terhadap nelayan juga harus ditingkatkan dengan menggelar semacam seminar ataupun sosialisasi tentang pentingnya menjaga ekosistem laut dengan menangkap ikan menggunakan cara tradisional dan ramah lingkungan. Hal tersebut setidaknya mampu untuk mencegah ataupun mengurangi kejahatan laut yang berdampak pada ekosistem bawah laut yang sangat penting keberadaannya.

PEMILIHAN LOKASI BUDIDAYA TERIPANG



Pemilihan lokasi merupakan langkah awal yang sangat menentukan keberhasilan budi daya. Selain itu, beberapa pertimbangan bioekologi, sosial ekonomi, dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku juga harus dipenuhi agar kemungkinan timbulnya beberapa hambatan/masalah di kemudian hari bisa diantisipasi sedini mungkin.

Pada umumnya budi daya teripang dilakukan di perairan pantai pada kawasan pasang surut. Ini disebabkan karena potensi lahan pantai masih cukup luas. Namun demikian, teripang mempunyai kemungkinan pula untuk dibudidayakan di kolam air laut (tambak) dengan syarat tertentu.

Secara umum, perairan pantai yang memiliki benih teripang alami cocok untuk tempat budi daya. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan suatu lokasi yang tidak memiliki benih alami juga cocok untuk tempat budi daya.
Jenis teripang yang sudah dan banyak dibudidayakan di negara kita ialah teripang putih (Holothuria scabra). Hal ini dikarenakan harga teripang ini mahal, pertumbuhannya cepat, lebih toleran terhadap perubahan lingkungan, dan dapat dibudidayakan dengan padat penebaran tinggi. Oleh karena itu, pertimbangan-pertimbangan dalam pemilihan lokasi ini diutamakan untuk jenis teripang putih walaupun tidak menutup kemungkinan untuk diterapkan pada jenis-jenis teripang lain. Hal ini mengingat setiap jenis teripang mempunyai sifat biologi spesifik yang berbeda, tetapi secara umum habitatnya relatif sama.




Pertimbangan dalam pemilihan lokasi tersebut adalah sebagai berikut :
a. Keterlindugan
Lokasi budi daya harus terlindung dari pengaruh ams, gelombang, maupun angin yang besar. Arus, gelombang, atau angin yang besar akan memsak sarana budi daya serta menyulitkan dalam pengelolaan budi daya. Lokasi yang terlindung dari pengaruh seperti ini biasa diketemukan di perairan teluk, laguna, atau perairan terbuka yang terlindung oleh gugusan pulau atau karang penghalang.
b. Kondisi dasar perairan
Dasar perairan sebaiknya landai, terdiri dari pasir dan pecahan-pecahan karang, berlumpur, dan banyak ditumbuhi ilalang laut/lamun serta rumput laut.   Karang,  ilalang laut,  serta rumput laut ini selain berfungsi sebagai pelindung, juga berfungsi sebagai perangkap makanan untuk teripang.
c. Salinitas air laut
Dengan kemampuan yang terbatas dalam pengaturan osmotik, maka teripang tidak dapat bertahan hidup terhadap perubahan salinitas yang terjadi secara drastis. Salinitas optimum adalah 30-33 ppt.
d. Kedalaman air
Secara alami teripang hidup pada kedalaman perairan yang berbeda-beda menurut besarnya. Teripang muda tersebar didaerah pasang surut, setelah ukurannya bertambah besar maka berpindah ke dasar perairan yang lebih dalam. Lokasi yang cocok untuk budidaya teripang sebaiknya pada kisaran kedalaman air antara 0,5-1,5 m pada air surut terendah.
e. Ketersediaan benih
Benih merupakan salah satu faktor produksi yang cukup penting. Oleh karena itu, untuk menjamin kelangsungan budi daya teripang, harus tersedia benih yang cukup baik kualitas, kuantitas, maupun kontinuitas.
Lokasi budi daya sebaiknya dekat dengan sumber benih atau lokasi itu memiliki benih alami.   Terdapatnya benih alami di lokasi itu merupakan petunjuk bahwa  lokasi itu cocok untuk tempat budi daya. Di samping itu, kualitas benih akan terjaga tidak mengalami stress karena penanganan dan pengangkutan dan tidak perlu lagi biaya untuk pengangkutan.
f. Kondisi Lingkungan
Kondisi perairan sebaiknya harus memenuhi standar kualitas air laut yang baik bagi kehidupan ( laju pertumbuhan dan sintasan). Teripang yang dibudidayakan, seperti :
·                     pH 6,5 – 8,5
·                     Kecerahan air laut 50 cm
·                     Kadar oksigen terlarut 4 – 8 ppm
·                     Suhu air laut 20 – 25° Celcius
·                     Terlindung dariangin kencang dan arus atau gelombang yang kuat
·                     Bukan daerah konflik dan mudah dijangkau
·                     Disamping itu, lokasi harus bebas dari pencemaran seperti bahan
organik, logam, minyak dan bahan-bahan beracun lainnya.
g. Perairan Jernih.
Perairan harus jemih, bebas pencemaran dengan nilai kecerahan 50 – 150 cm yang diukur dengan piring seicchi.
h. Kemudahan

Lokasi budi daya harus mudah dijangkau. Selain itu, sarana produksi harus mudah diperoleh dan pemasaran harus dapat dilakukan dengan mudah di tempat itu. Pertimbangan lainnya, lokasi budi daya sebaiknya bukan merupakan. pusat kegiatan nelayan, bukan daerah penangkapan ikan, bukan wilayah pelayaran, dan bukan daerah pariwisata sehingga benturan kepentingan dapat dihindarkan.

METODE PEMBENIHAN TERIPANG


1.      Sarana Pembenihan

Sarana yang diperlukan untuk pembenihan teripang terdiri dari beberapa buah bak sebagai tempat penampungan induk pemeliharaan larva, kultur larva dan kultur plankton. Bak-bak ini sebaiknya dibuat dengan beton, namun demikian dapat pula dibuat dari kayu yang dilapisi plastik. Beberapa sarana lain yang diperlukan adalah sebagai berikut:
1.      Saringan pasir untuk menyaring air laut agar betul-betul bersih.
2.      Bak penampungan air yang dilengakapi dengan saringan pasir. Ukuran bak disesuaikan dengan kebutuhan air laut untuk penggantian air pada seluruh unit pembenihan. Penempatan bak diatur supaya gravitasi bisa menyalurkan air dari satu bak ke bak lainnya.
3.      Pipa penyalur air yang dilengkapi dengan beberapa saringan berbagai ukuran 1,5 - 2 mikron.
4.      Bak penampungan induk dengan kapasitas 1,5 ton air berjumlah 2 atau 3 buah dengan kedalaman sekitar 50 cm.
5.      Bak pemliharaan larva berjumlah 10 - 15 buah dengan ukuran (1 x 2 x 0,5)m³.
6.      Bak pemeliharaan juvenil berjumlah 8 - 10 buah dengan ukuran (2 x 4 x 0,6)m³.
7.      Bak plankton berjumlah 3 - 5 buah dengan ukuran ( 2 x 4 x 0,75)m³.

2.      Pemeliharaan dan Seleksi Induk

Induk teripang yang akan digunakan biasanya diperoleh dari tangkapan alam. Pengumpulan calon induk teripang dari laut dapat dilakukan dengan penyelaman pada siang hari. Apabila dilakukan pada malam hari, harus dibantu dengan alat penerang berupa obor atau lampu patromak. Dengan cara ini, induk teripang dapat diambil langsung dengan tangan. Pada perairan yang agak dalam, induk teripang dapat diambil dari atas perahu dengan bantuan alat semacam tombak bermata dua yang tumpul. 
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih induk teripang yang baik adalah:
1.      Tubuh tidak cacat.
2.      Ukuran besar dengan berat 400 gr dan panjang tubuh minimal 20 cm.
3.      Berkulit tebal.
Umumnya berat tubuh teripang berpengaruh langsung atau berkolerasi terhadap berat gonad dan indeks kematangan gonad serta fekunditas. Pengangkutan induk dari tempat pengumpulan dapat dilakukan dengan wadah, seperti ember plastik yang berisi air laut atau langsung ditempatkan pada palka perahu. Untuk pengumpulan/pengankutan calon induk pada siang hari sebaliknya wadah penampungan atau palka ditutup rumput laut atau ilalang laut untuk menghindarkan calon induk dari sinar matahari secara langsung. Pengangkutan induk dari tempat pengumpulan dapat dilakukan dengan wadah, seperti ember plastik yang berisi air laut atau langsung ditempatkan pada palka perahu. Induk yang telah di seleksi dipelihara dalam kurungan tancap di laut atau di kolam air laut atau langsung dipelihara di dalam bak induk dengan kepadatan 5 - 10 ekor/m 2 . Bak induk umumnya terbuat dari beton berbentuk empat persegi panjang dan berkapasitas 1,5 - 2 ton air. Khusus untuk pemeliharaan di kolam air laut, kedalaman diusahakan antara 75 - 100 cm, selain itu diusahakan selalu ada penggantian air agar stabilitas suhu dan salinitas tetap terjaga. Persediaan pakan juga harus terjamin dan perlu adanya pakan tambahan. Pakan alami teripang dapat berupa plankton, detritus, sisa-sisa bahan organik atau sisa-sisa endapan di dasar laut yang ada disekitar lingkungan kolam pemeliharaan. Pakan tambahan berfungsi untuk menambah kesuburan perairan pada umumnya berupa campuran kotoran hewan dan dedak halus dengan perbandingan 1 : 1. Pakan diberikan sebanyak 0,2 - 0,5 kg/m 2 /2 minggu dengan cara ditempatkan dalam karung goni yang berlubang-lubang sehingga keluar sedikit demi sedikit. Setiap satu kantong goni biasanya dapat diisi 10 - 15 kg pakan tambahan yang dapat mencukupi luasan 30 - 50 kg pakan tambahan yang dapat mencukupi luasan 30 - 50 m 2 . Berikut ini beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemeliharaan induk di bak pemijahan adalah sebagai berikut: 
1.      Kualitas air tetap terjaga, bila perlu dilakukan penggantian air setengah atau sepertiga dari volume, sehari dua kali, pagi dan sore.
2.      Kotoran yang ada di dalam bak harus segera dibersihkan.
3.      Pakan tambahan diberikan secukupnya
4.      Kebiasaan atau kesukaan induk harus dipantau secara kontinu.

3.      Metoda Pemijahan

Pemijahan teripang dapat dilakukan dengan beberapa cara; secara alami dengan pembedahan, perangsangan dengan temperatur dan perangsangan dengan penyemprotan air. 
1.      Pemijahan alami
Setelah mengalami matang gonad penuh, induk teripang yang dipelihara di bak pemijahan biasanya akan memijah secara alami tanpa adanya rangsangan buatan. Pemijahan akan terjadi pada malam hari antara pukul 22. 00 - 23.00 . Induk jantan akan mengeluarkan sperma terlebih dahulu yang akan merangsang induk betina untuk mengeluarkan telur. Kurun waktu pemijahan biasanya berlangsung antara 20 - 60 menit. Setelah induk betina selesai bertelur, segera induk dipindahkan ke tempat lain.
2.      Pemijahan dengan Pembedahan
Metode pembedahan dapat dilakukan dengan cara menggunting bagian bawah teripang mulai dari anus hingga kedepan. Dalam pembelahan gonad ini apabila didapatkan kantong telur, berarti teripang tersebut jantan. Gonad jantan (tesis) juga dipotong menjadi beberapa bagian sehingga sperma keluar dan ditampung di dalam wadah lain yang berisi air laut. Kemudian secara pelan-pelan wadah yang berisi sperma dituangkan kedalam wadah yang berisi telur sambil diaduk secara perlahan, lalu didiamkan. Sehingga terjaddi pembuahan. Telur yang terbuahi akan mengendap didasar bak selanjutnya dipanen dengan saringan dan dipindahkan ketempat pemeliharaan larva.
3.      Perangsangan dengan Temperatur
Prinsip pemijahan dengan perangsangan temperatur ini adalah mengupayakan agar temperatur air naik 3 - 5°C dari temperatur air asal, dalam waktu selama + 30 - 60 menit suhu air dinaikkan dengan cara penambahan air panas atau menggunakan alat pemanas (heater) atau dijemur terik matahari. Induk teripang ditempatkan didalam keranjang plastik yang diletakkan beberapa sentimeter di bawah permukaan air. Perlakuan ini dilakukan pada siang hari. Pada sore harinya induk dimasukkan ke bak pemijahan dan selanjutnya induk teripang akan memperlihatkan perilaku pemijahan yang ditandai dengan tubuh menggeliat dan muncul dipermukaan sambil bertumpu di dinding bak. Induk jantan akan mengeluarkan sperma yang berwarna putih dan terlihat seperti asap di dalam air, selanga waktu setengah hingga dua jam berikutnya induk betina akan mengeluarkan telurnya. Cara ini memberikan hasil lebih baik yakni denga tingkat penetasan mencapai 90 - 95%.
4.      Perangsangan dengan Penyemprotan Air
Setelah induk dipelihara selama 2 - 4 hari pada bak pemeliharaan, maka induk diberikan perlakuan pada sore hari biasanya dimulai pada pukul 17 00 . Pertama-tama induk teripang yang akan dipijahkan dikeluarkan dari bak dan diletakkan ditempat yang kering selama 0,5 - 1 jam. Semprotan air laut yang bertekanan tinggi selama 5 - 10 menit, lalu induk dimasukkan kembali kedalam bak pemijahan. Sekitar 1,5 - 2 jam kemudian induk akan mulai menggerakkan badannya ke dinding. Biasanya induk jantan akan memijah yang kemudian disusul induk-induk betina 30 menit kemudian. Prosentase keberhasilan cara ini mencapai 95 - 100%.
5.      Pemeliharaan Larva
Telur-telur teripang berbentuk bulat berwarna putih bening berukuran 177 mikron, setelah fertilisasi telur-telur ini mengalami pembelahan sel menjadi 2 sel, 4 sel, 8 sel hingga multi sel
lihat Gambar 3. Ukuran rata-rata sel tersebut sekitar 194 mikron, selang 10 - 12 jam kemudian akan membentuk stadium gastrula yang berukuran antara 390,50 - 402, 35 mikron. Setelah lebih dari 32 jam, telur akan menetas menjadi larva dan membentuk stadium auricularia yang terbagi menjadi stadium awal, tengah dan akhir. Ukuran larva teripang pada stadium ini rata-rata antara 812,50 - 987,10 mikron. Pada stadium ini larva mulai diberi plankton jenis Dunaliella sp, Phaeodactylum sp, dan Chaeoceros sp sebanyak 40 - 60 x 10³. Selama stadium auricularia awal sampai menjelang stadium akhir, larva lebih banyak hidup dipermukaan air. Kepadatan larva yang dikehendaki selama stadium ini kira-kira 300 - 700 ekor per liter. Jika kepadatan terlalu tinggi, larva akan bergerombol menjadi satu, berbentuk bola, dan berada di dasar bak. Bila dibiarkan, larva ini akan mati. Sepuluh hari kemudian, larva berkembang membentuk stadium doliolaria. Pada stadium ini larva berbentuk lup, mempunyai sabuk dan dua tantakel yang menjulur ke luar. Larva dengan ukuran antara 614,78 - 645,70 mikron ini dapat bergerak cepat ke depan. Badan bagian belakang berbentuk cincin datar. Pada setiap sudut terdapat lima kelompok cilia (bulu getar). Stadium auricularlia dan doliolaria bersifat planktonis. Selang tiga belas hari kemudian doliolaria berubah ke stadium pentaculata. Larva berwarna coklat kekuningan dengan panjang antara 1000 - 1200 mikron. Badan berbentuk tubuler dengan lima buah tentakel pada pangkal bagian depan dan sebuah kaki tabung pendek pada pangkal belakang, kurang lebih delapan belas hari, kaki tabung dan tentakel terlihat lebih jelas dan dapat bintil-bintil dipermukaan kulitnya. Larva pada stadium pentacula mempunyai kebiasaan berada di pinggiran bak bagian bawah dan sedikit menyukai di bawah permukaan air. Selintas selama pemeliharaan diusahakan antara 32 - 34 per mil dan suhu antara 27 - 29°C. Segera setelah larva berada di dasar laut, diberi makanan berupa suspensi rumput laut jenis Sargassum dn Ulva.

4.      Makanan Teripang
Faktor makanan dalam pemeliharaan (budidaya teripang tidak menjadi masalah sebagaimana halnya hewan-hewan laut lainnya. Teripang dapat memperoleh makanannya dari alam, berupa plankton dan sisa-sisaendapan karang yang beracadi dasar laut. Namun demikian untuk lebih mempercepat pertumbuhan teripang dapat diberikan makanan tambahan berupa campuran dedak dan pupuk kandang (kotoran ayam).
Cara pemberian makanan tambahan tersebut adalah sebagai berikut :
·         Dedak halus dan kotoran ayam dicampur rata
·         Campuran dimasukkan kedalam kantong plastik
·         Kemudian direndam deism air laut sampai campuran menjadi lengket, lalu dibentuk menjadi gumpalan.
·         Gumpalan tersebut kemudian disebar merata kedalam kurungan.
Cara lain agar pupuk tidak hanyut dapat dilakukan sebagai berikut:
·         Pupuk dimasukkan ke dalam karung plastik dan ditenggelamkan ditempat pemeliharaan.
·         Setelah kira-kira 10 hari akan muncul micro organisms sebagai makanan teripang.
Pemberian makanan tambahan sebaiknya dilakukan pada sore hari.. Hal ini disesuaikan dengan sifat hidup atau kebiasaan hidup dari teripang. Pada waktu siang hari teripang tidak begitu aktif bila dibandingkan dengan pada malam hari, karena pada waktu siang hari ia akan membenamkan dirinya dibawah dasar pasir/karang pasir untuk beristirahat dan untuk menghindari/melindungi dirinya dari pemangsa/predator, sedangkan pada waktu malam hari ia akan lebih aktif mencari makanan, baik berupa plankton maupun sisa-sisa endapan karang yang berada didasar perairan tempat hidupnya.

5.      Pemeliharaan Tingkat Juvenil


Saat mencapai tingkat doliolaria atau umur 10 - 12 hari dengan ukuran panjang tubuh 4 - 5 mm, maka tempatkan kolektor (tempat untuk menempel) yang berbentuk kisi-kisi miring terbuat dari screen net 250 mikron atau plastik berukuran 60 x 60 x 70 cm, berfungsi sebagai tempat perlekatan. Sebaiknya kolektor yang dipasang telah ditempeli diatome (lumut) sehingga pada saat juvenil menempel, pakan yang dibutuhkan telah tersedia. Lima belas hari setelah menempel pada kolektor, juvenil dapat dilihat dengan mata dan dihitung. Kepadatan yang baik antara 5 - 10 ekor tiap kolektro, atau kepadatan optimum dalam satu bak pemeliharaan adalah 200 - 500 ekor/m². Cara ini dilakukan terus menerus sampai benih tersebut berusia 1,5 - 2 bulan. Pada saat tersebut ukuran benih teripang telah mencapai ukuran antara 1,5 - 2 cm.

METODE BUDIDAYA TERIPANG



Metode yang digunakan untuk membudidayakan teripang atau ketimun laut yaitu dengan menggunakan penculture atau lebih dikenal dengan budidaya dengan hampang atau kurung tancap. Penculture atau hampang adalah suatu usaha memelihara organisme perairan yang bersifat bentik atau hidup di dasar perairan dengan cara memagari atau membatasi areal perairan pantai dengan luasan tertentu (seluas kemampuan atau yang diinginkan) sehingga seolah-olah terisolasi dari wilayah sekitarnya.

Kurung tancap yang akan dijadikan sebagai media budidaya teripang memiliki bahan kontruksi balok berukuran 5 x 7 x 200 cm, waring nilon ukuran mata 0,2 cm, tali ris dari nilon, tali pengikat atau paku anti karat, dan papan tahan air. Kurung tancap ini harus dipasang di dalam air yang memiliki hamparan pasir.

Cara pemasangan yang harus dilakukan adalah tiang dipancang pada pasir dasar perairan dengan kedalaman sekitar 50 cm. Bagian tiang yang berada di atas permukaan sebagai tempat melekatkan waring. Waring yang sudah dilengkapi dengan tali ris disambung dengan papan. Papan yang telah di­sambung dengan wa­ring diba­lut lalu ditanam ke dalam lumpur sedalam 30 cm. Bila tidak ada papan, bagian ujung waring ditanam ke dalam lumpur sedalam 30 cm, kemudian bagian ujungnya dibelokkan ke dalam sepanjang 15 cm. Ukuran kurung tancap disesuaikan dengan kebutuhan.
Setelah media untuk budidaya teripang disiapkan, langkah selanjutnya adalah pemilihan benih. Pilih benih yang seragam, baik jenis dan ukurannya. Benih yang baik memiliki ciri-ciri tubuhnya berisi dan tidak cacat. Hindari benih yang diangkut dalam waktu lama (lebih dari 1 jam) dan dalam keadaan tertumpuk (padat). Hindari benih yang telah mengeluarkan cairan warna ku­ning. Pengangkutan benih se­ba­iknya dilakukan pada pagi hari atau malam hari, bisa juga saat suhu rendah. Pengangkutan benih dapat menggunakan wadah yang diberi substrat pasir khususnya pada sistem pengangkatan terbuka.

Konstruksi Penculture
Pen-culture berbentuk empat persegi panjang berukuran (PxLxT) 10x2x0,5meter yang di desain dari kayu. Untuk membuat 1 unit pen-culture membutuhkan bahan-bahan sebagai berikut:
- Kayu balok ukuran 8cm x 12cm x 4m = 3 batang
- Kayu reng ukuran 3cm x 4cm x 4m = 30 batang
- Papan uk. 3cm x 20cm x 4m = 6 lembar
- Kayu balok 4cm x 6cm x 4m = 4 batang
- Waring hitam (mess size 5mm) = 1 roll
- Tali 4mm = 0,5 roll
- Paving blok = 500 unit
- Genteng = 250 unit
- Semen = 2 sak

- Paku 7cm dan 10cm = 2 kg dan 0.5 kg